BIDIKNEWS-INDONESIA | Artikel Hukum, Akhir-akhir ini lagi trending di media sosial Indonesia tentang hoax. Tak sedikit para penyebar hoax ini tersandung kasus hukum yang menjurus pada kasus pencemaran nama baik. Terkait hal ini, awak media BIDIKNEWS mencoba menggali pandangan hukum dan aturan hukum menyangkut hoax ini dengan mewawancarai langsung secara ekslusif kepada Ketua Umum ORMAS BIDIK “ADV. ALAMSYAH, SH., M.SI., C.L.A. yang juga berprofesi sebagai Advokat-Pengacara – Konsultan Hukum – Auditor Hukum.
Menurut Pak Ketum begitu sapaan akrabnya, Hoax umumnya bertujuan untuk “having fun” atau humor. Namun, hoax juga bisa dijadikan alat propaganda dengan tujuan politis, misalnya melakukan pencitraan atau sebaliknya, memburukan citra seseorang atau kelompok. Secara bahasa hoax (synonyms: practical joke, joke, jest, prank, trick) adalah lelucon, cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi, menipu, mempermainkan, memperdaya, dan memperdayakan. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), hoax diterjemahkan menjadi hoaks yang diartikan dengan “berita bohong”. terang “Pak Ketum.
Lebih lanjut “Pak Ketum menjelaskan bahwa pada dasarnya istilah hoaks tidak dikenal dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia, akan tetapi terkait Berita Bohong ini, hal ini sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dimana didalam Pasal 14 dan Pasal 15 mengatur tentang larangan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong. Namun dapat tidaknya seseorang dihukum dengan pasal ini jika seseorang yang menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Artinya apabila perbuatan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong yang dilakukan oleh seseorang itu dapat menciptakan kegemparan atau kerusuhan atau keributan (keonaran) di dalam masyarakat maka ia dapat dijerat hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur hal serupa sebagaimana diatur dalam Pasal 390 tentang “menyiarkan kabar bohong”. tambah “Pak Ketum.
“Nah sekarang kan jaman sudah canggih nih, “lanjut Pak Ketum, seiring kemajuan zaman ini ternyata cara seseorang untuk menyebarkan berita bohong juga semakin beragam, salah satunya dengan atau melalui media sosial. Berita atau informasi bohong dikirimkan atau diunggah melalui layanan aplikasi pesan, penyiaran daring, situs/media sosial, lokapasar (marketplace), iklan, dan/atau layanan transaksi lainnya melalui sistem elektronik. Di Indonesia hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan muatan sebagai berikut :
- Jika berita bohong tersebut bermuatan kesusilaan maka dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 27 ayat (1) UU ITE;
- Jika berita bohong tersebut bermuatan perjudian maka dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (2) UU ITE;
- Jika berita bohong tersebut bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE;
- Jika berita bohong tersebut bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE;
- Jika berita bohong tersebut bermuatan menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA dipidana berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU ITE;
- Jika berita bohong tersebut bermuatan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dipidana berdasarkan Pasal 29 UU ITE.
Setiap orang menyebarkan berita bohong atau hoaks yang termasuk dalam UU ITE ini akan dipidana dengan ancaman pidana paling lama enam tahun atau denda paling banyak sebesar satu miliar rupiah.
Lalu bagaimana dengan seseorang yang berbohong? Apakah orang tersebut dapat dijerat hukum? sambung “Pak Ketum. Jika kita lihat pengertiannya menurut Wikipedia, Bohong adalah pernyataan yang salah dibuat oleh seseorang dengan tujuan pendengar percaya. Pada sebuah kebohongan ada unsur kesengajaan. Sebagai contoh jika seseorang berkata bahwa ia merupakan seorang anak orang terkaya di kampungnya, padahal bukan, maka ia sengaja melakukannya untuk pamer tidak ada dampak terhadap kegemparan atau kerusuhan atau keributan (keonaran) di dalam masyarakat . Hal ini hanya merupakan sebuah kebohongan.”terang Pak Ketum.
“Nah dari apa yang saya jelaskan tadi, “lanjut Pak Ketum, maka dapat disimpulkan bahwa antara Berbohong dan Berita Bohong itu 2 hal yang berbeda. Artinya sepanjang kebohongan itu tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain dan tidak berdampak keonaran didalam masyarakat, maka tidak ada satu pasal pun yang dapat menjerat orang Berbohong tersebut. Tapi sebaliknya jika kebohongan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain dan berdampak terhadap kegemparan atau kerusuhan atau keributan (keonaran) didalam masyarakat, maka ia dapat dijerat hukum sebagaimana ketentuan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang saya jelaskan tadi. Namun satu hal yang harus diingat, agama tidak mengajarkan seseorang untuk berbohong, oleh karenanya bohong itu perbuatan dosa loh.”tutup Ketua Umum.
Semoga Bermanfaat!
BNP. Red-010
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Penting untuk dipahami :
Seluruh Kajian hukum yang ada di Artikel Hukum BIDIKNEWS disajikan oleh Tim Pengacara BIDIK dengan tujuan pendidikan/edukasi semata dan hanya bersifat kajian hukum secara umum. Jika Anda ingin mendapatkan layanan kajian hukum secara spesifik anda bisa menghubungi kami : KANTOR HUKUM ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM dan untuk layanan tersebut Anda akan kami kenakan biaya Konsultasi Hukum yang besarannya akan kami jelaskan pada saat tatap muka.
KANTOR HUKUM
ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM
Advokat – Pengacara – Konsultan Hukum – Auditor Hukum
Alamat : Graha Rancamanyar Ruko Blok-A No. 8
Rancamanyar, Baleendah Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat 40375
www.alawfirm.webs.com