
BIDIKNEWS-Artikel Hukum, Suatu perbuatan memperkaya diri, menyalahgunakan wewenang atau jabatan dalam ranah pemerintahan, perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 (“UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan dalam ranah swasta, perbuatan tersebut dikategorikan sebagai Tindak Pidana Penggelapan, yang diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP). itulah sebabnya dikatakan bahwa Tindak Pidana Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP adalah salah satu bentuk konvensional dari Tindak Pidana Korupsi.
Sifat penggelapan bisa kecil dan bisa juga besar. Dana penggelapan bisa sekecil seorang pegawai toko mengantongi beberapa rupiah dari mesin kasir. Namun, pada skala yang lebih besar, penggelapan juga bisa terjadi ketika para eksekutif perusahaan besar menghabiskan jutaan rupiah, dengan mentransfer dana ke dalam rekening orang lain suruhannya. Bagaimana dengan orang suruhan yang menerima uang dari hasil penggelapan tersebut?
Pasal 372 KUHP : “Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan,................."
Apabila seseorang menerima uang hasil tindak pidana “penggelapan” dan orang tersebut menyadari/mengetahui hal itu, maka dapat dikategorikan uang yang diterimanya sebagai uang hasil kejahatan. Hal ini telah ditegaskan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Pasal 2 ayat (1) huruf q UU No. 8 Tahun 2010 Uang hasil tindak pidana penggelapan adalah termasuk salah satu hasil tindak pidana yang dapat “dicuci” oleh pelaku tindak pidana penggelapan tersebut (pelaku TPPU aktif), yaitu dengan cara mengalihkan, mentransfer atau menitipkan uang hasil kejahatan tersebut kepada pihak lain/Pelaku TPPU Pasif (Vide: Pasal 3 UU TPPU).
Pasal TPPU ini bisa dikenakan dengan catatan, unsur subjektifnya terpenuhi. Yaitu pelaku pasif sesungguhnya tahu bahwa uang tersebut hasil kejahatan, tapi tetap menjalankan perintah dari pelaku aktif tersebut.
Demikian penjelasan singkatnya, semoga bermanfaat,
ADV. ALAMSYAH, SH., M.SI.
Dasar Hukum :
UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001
UU No. 8 Tahun 2010
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Penting untuk dipahami :
Seluruh Kajian hukum yang ada di Artikel Hukum BIDIKNEWS disajikan dengan tujuan pendidikan/edukasi semata dan hanya bersifat kajian hukum secara umum. Jika Anda ingin mendapatkan layanan kajian hukum secara spesifik anda bisa menghubungi kami : KANTOR HUKUM ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM dan untuk layanan tersebut Anda akan kami kenakan biaya Konsultasi Hukum yang besarannya akan kami jelaskan secara tatap muka.
KANTOR HUKUM
ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM
Advokat – Pengacara – Konsultan Hukum
Alamat : Graha Rancamanyar Ruko Blok-A No. 8
Rancamanyar, Baleendah Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat 40375
www.alawfirm.webs.com