BIDIKNEWS-INDONESIA | Artikel Hukum, Korupsi adalah tindakan memperkaya diri sendiri dan atau orang lain dengan mengbambil atau mengalihkan kekayaan Negara secara tidak sah. Suap merupakan pemberian atau janji pemberian sesuatu kepada pejabat Negara /Pemerintah dengan imbalan agar Pejabat Negara/Pemerintah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan atau untuk tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan. Dalam bahasa sehari-hari, suap bisa diartikan sebagai membeli hak atau kewenangan seseorang yang berkuasa dengan tujuan agar tersuap melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hak atau kewenangannya.
Untuk mengetahui sejauhmana Jerat hukum bagi pelaku suap ini, tim awak media Bidiknews mencoba mendatangi Kantor Hukum “ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM” untuk mendengar pendapat hukum sekaligus pencerahan mengenai tindak pidana suap ini dari “ADV. ALAMSYAH, SH., M.SI., C.L.A” yang berprofesi sebagai advokat, pengacara, konsultan hukum dan auditor hukum serta sekaligus sebagai Ketua Umum ORMAS BIDIK dalam skala Nasional.
Dalam kesempatan, Pak Ketum begitu sapaan akrabnya menjelaskan pandangan hukumnya terkait tindak pidana suap ini, Menurutnya, masalah suap adalah salah satu masalah yang sudah sangat lama terjadi dalam masyakat. Pada umumnya suap diberikan kepada orang yang berpengaruh atau pejabat agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan dengan jabatannya. Orang yang memberi suap biasanya memberikan suap agar keinginannya tercapai baik berupa keuntungan tertentu ataupun agar terbebas dari suatu hukuman atau proses hukum. Maka tidaklah mengherankan yang paling banyak di suap adalah pejabat di lingkungan birokrasi pemerintah yang mempunyai peranan penting untuk memutuskan sesuatu umpamanya dalam pemberian izin ataupun pemberian proyek pemerintah, jelas “Pak ketum.
Lebih lanjut, Pak Ketum menjelaskan bahwa pemberian suap bagi kalangan Pegawai Negeri berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) termasuk dalam kategori kejahatan jabatan dalam pekerjaannya
dan termasuk salah satu perbuatan pidana yang tercantum dalam Bab XXVIII Buku Kedua KUHP.
Dalam pasal 209 KUHP disebutkan bahwa: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah: Ke-1. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada seorang pejabat dengan maksud supaya digerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; Ke-2.Barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Pencabutan hak tersebut dalam pasal 35 No. 1-4 dapat dijatuhkan.
Azas hukum di Indonesia menganut “Lex specialis derogat legi generali” yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis)
Oleh karenanya pasal tersebut dikesampingkan karena ada hukum yang mengatur secara khusus terkait tindak pidana suap ini yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001) dimana didalam Pasal 5 UU 20/2001 menegaskan sebagai berikut:
1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. 2. Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pak Ketum juga menegaskan bahwa, tidak hanya pegawai negeri atau penyelenggara negara saja yang dapat dijerat hukum atas Tindak Pidana SUAP namun sektor swasta pun dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap (UU 11/1980), dimana didalam Pasal 2 UU 11/1980 menegaskan bahwa :
Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk membujuk supaya orang itu berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena memberi suap dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun............................."
Pasal 3 UU 11/1980 kemudian menerangkan sanksi pidana bagi pihak penerima suap tersebut:
Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun ............................."
Unsur “Kepentingan umum” dalam UU 11/1980 tersebut tidak secara spesifik mencakup kepentingan bangsa dan negara, namun setidak-tidaknya menyangkut kepentingan orang lain atau orang banyak. Artinya di sektor swasta tindakan suap tersebut memenuhi unsur-unsur Pasal 2 atau Pasal 3 UU 11/1980, maka sektor swasta pun dapat dijerat hukum. ” tutup Pak Ketum.
BNP. Red-010
Dasar Hukum: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap
Penting untuk dipahami :
Seluruh Kajian hukum yang ada di Artikel Hukum BIDIKNEWS disajikan oleh Tim Pengacara BIDIK dengan tujuan pendidikan/edukasi semata dan hanya bersifat kajian hukum secara umum. Jika Anda ingin mendapatkan layanan kajian hukum secara spesifik anda bisa menghubungi kami : KANTOR HUKUM ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM dan untuk layanan tersebut Anda akan kami kenakan biaya Konsultasi Hukum yang besarannya akan kami jelaskan pada saat tatap muka.
KANTOR HUKUM
ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM
Advokat – Pengacara – Konsultan Hukum – Auditor Hukum
Alamat : Graha Rancamanyar Ruko Blok-A No. 8
Rancamanyar, Baleendah Kab. Bandung Provinsi Jawa Barat 40375
www.alawfirm.webs.com