BIDIKNEWS-Artikel Hukum, Liputan Khusus | Aplikasi WhatsApp digunakan oleh lebih dari 2 miliar orang di lebih dari 180 negara. Pesan instan “WhatsApp” yang dimiliki oleh Facebook ini masih menjadi pilihan masyarakat sebagai sarana komunikasi yang mumpuni. Namun, terkadang seringkali orang bertengkar melalui aplikasi ini yang ujung-ujungnya berakhir kepada pengancaman dan pelaporan di kepolisian. Pertanyaannya, apakah tindakan pengancaman melalui pesan WhatsApp ini merupakan tindak pidana dan dapatkah bukti cetak pengancamannya dijadikan alat pembuktian di persidangan?
Kamis, 14/10/2021, awak media BIDIKNEWS mendatangi Kantor Hukum ALAMSYAH, SH & PARTNERS LAW FIRM mencoba untuk meminta tanggapan dan penjelasan hukum terkait hal ini kepada Ketua Umum ORMAS BIDIK “ADV. ALAMSYAH, S.H., M.SI.” yang juga berprofesi sebagai Pengacara.
Pada kesempatan itu, awak media BIDIKNEWS diterima langsung oleh Bapak Ketua Umum di ruang kerjanya. Saat diminta tanggapan dan penjelasan hukumnya terkait hal ini, “Pak Ketum” begitu sapaan akrabnya, menjelaskan sebagai berikut :
Menurut Pak Ketum, Tindakan pengancaman melalui pesan WhatsApp ini merupakan tindak pidana pengancaman muatan sistem elektronik sebagaimana Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”).
“Ya, jelas ini merupakan tindak pidana, pengancaman melalui pesan WhatsApp termasuk dalam kategori tindak pidana illegal content karena setiap ancaman yang menggunakan segala macam bentuk Sistem Elektronik, termasuk melalui pengancaman melalui pesan WhatsApp merupakan tindak pidana sebagaimana UU ITE, “jelas Pak Ketum.
Lebih lanjut, Pak Ketum menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 27 ayat (4) UU ITE ancaman pidananya sebagaimana Pasal 45 ayat (1) UU ITE adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah, “terang Pak Ketum.
Pasal 27 ayat (4) UU ITE “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.” | Red. Pasal 45 ayat (1) UU ITE “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. |Red.
Menyangkut tentang dapat tidaknya bukti cetak pengancaman melalui pesan WhatsApp dijadikan alat pembuktian di persidangan, berikut penjelasan Pak Ketum.
Menurutnya, sebagaimana Pasal 5 ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa: “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah”. Jadi jelas jika kita mengacu kepada pasal ini bukti cetak pengancaman melalui pesan WhatsApp dijadikan alat bukti untuk pembuktian di persidangan, “jelas Pak Ketum.
Lebih lanjut Pak Ketum menjelaskan bahwa: Informasi/Dokumen Elektronik yang tersimpan dalam sebuah perangkat mobile (handphone, smartphone) pada umumnya tetap tersimpan dalam memori maupun log perangkat, meskipun telah dihapus. Namun apabila tidak tersimpan/dihapus secara permanen dengan teknik tertentu dalam perangkat, pesan tersebut untuk periode tertentu tetap tersimpan dalam server dan operator seluler korban/pelaku. “terang Pak Ketum.
Akan tetapi menurutnya, untuk dapat dijadikan barang bukti dalam persidangan, Penyidik harus dapat membuktikan bahwa bukti cetak sebagaimana dimaksud adalah sama/identik dengan Informasi/Dokumen Elektronik yang ada pada perangkat dan aplikasi WhatsApp. Biasanya, terhadap kasus pengancaman melalui pesan WhatsApp ini, penyidik akan meminta bukti elektronik berupa pesan dalam perangkat/aplikasi WhatsApp milik korban, selanjutnya dengan teknik mobile forensic memungkinkan penyidik jadikan bukti ini sebagai barang bukti awal dalam proses penyidikan. Teknik ini memungkinkan suatu data dalam sebuah Sistem Elektronik bergerak (mobile) dapat di-imaging (kloning) dengan prosedur tertentu, “tutup Pak Ketum.
Terakhir Pak Ketum berpesan bahwa, bijaklah dalam bersosial media, sekiranya akan melakukan hal-hal yang bisa berdampak kepada permasalahan hukum lebih baik jangan lakukan, saling menghargai sesama pengguna sosmed itu lebih baik. Pikir dan kajilah baik-baik sebelum menulis sesuatu, karena apa yang anda tulis itulah yang akan anda pertanggungjawabkan dan anda tidak bisa lari dari itu, Indonesia negara hukum dan ingat “Equality Before the Law” bahwa setiap orang mempunyai kedudukan yang sama didalam hukum.
BNP.Red-010